Download ​​​​Peraturan Anggota Dewan Gubernur Nomor 24/7/PADG/2022 tentang Penyelenggaraan Sistem Pembayaran oleh Penyedia Jasa Pembayaran dan Penyelenggara Infrastruktur Sistem Pembayaran ​​


RINGKASAN PERATURAN ANGGOTA DEWAN GUBERNUR
 
Peraturan​: Peraturan Anggota Dewan Gubernur Nomor 24/7/PADG/2022 tentang Penyelenggaraan Sistem Pembayaran oleh Penyedia Jasa Pembayaran dan Penyelenggara Infrastruktur Sistem Pembayaran Berlaku:1 Juli 2022
 
I.  Latar Belakang dan Tujuan
Melalui Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2025, Bank Indonesia telah merespons perubahan industri Sistem Pembayaran di era digital. Respons tersebut diwujudkan antara lain melalui reformasi pengaturan Sistem Pembayaran yang diharapkan dapat menata kembali struktur industri Sistem Pembayaran, serta memayungi ekosistem penyelenggaraan Sistem Pembayaran secara menyeluruh sejalan dengan perkembangan ekonomi dan keuangan digital.
Restrukturisasi kerangka pengaturan di bidang Sistem Pembayaran antara lain dilakukan dengan memilah materi peraturan yang bersifat prinsipil dan strategis untuk diatur dalam peraturan induk, mengatur lebih lanjut aspek pengaturan yang bersifat operasional dalam peraturan pelaksanaan, serta mendelegasikan substansi pengaturan bersifat teknis dan mikro pada tataran industri untuk diatur melalui SRO. Reformasi pengaturan Sistem Pembayaran diawali dengan penerbitan ketentuan-ketentuan Bank Indonesia dalam bentuk Peraturan Bank Indonesia (PBI), yaitu PBI No. 22/23/PBI/2020 tentang Sistem Pembayaran, PBI No. 23/6/PBI/2021 tentang Penyedia Jasa Pembayaran, dan PBI No. 23/7/PBI/2021 tentang Penyelenggara Infrastruktur Sistem Pembayaran.
Untuk mendukung penerbitan PBI tersebut, diperlukan ketentuan pelaksanaan yang akan mengatur lebih lanjut hal-hal yang bersifat operasional dengan menerbitkan PADG tentang Penyelenggaraan Sistem Pembayaran oleh Penyedia Jasa Pembayaran dan Penyelenggara Infrastruktur Sistem Pembayaran (PADG PJP dan PIP). Selain itu, PADG PJP dan PIP juga bertujuan untuk memuat kembali pengaturan dalam ketentuan pelaksanaan terkait Alat Pembayaraan Menggunakan Kartu, Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran, Penyelenggaraan Teknologi Finansial, dan Uang Elektronik yang akan berakhir keberlakuannya pada tanggal 1 Juli 2022, dengan tetap memperhatikan perkembangan terkini.
 
II.  Materi Pengaturan
1.   Perhitungan Saham untuk Kepemilikan dan Pengendalian
  1. Pengaturan aspek kelembagaan berupa kepemilikan dan pengendalian bagi Lembaga Selain Bank (LSB) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Bank Indonesia mengenai sistem pembayaran.
  2. Penghitungan kepemilikan berupa komposisi kepemilikan saham dilakukan dengan ketentuan: (1) porsi kepemilikan saham asing dihitung sesuai kepemilikan secara langsung dan tidak langsung; (2) kepemilikan secara langsung dihitung berdasarkan 1 (satu) jenjang kepemilikan saham di atas LSB yang mengajukan permohonan; dan (3) kepemilikan tidak langsung dihitung sampai dengan pemegang saham akhir (ultimate shareholder).
  3. Penghitungan pengendalian berupa komposisi saham dengan hak suara dilakukan secara kolektif pada masing-masing jenjang kepemilikan sampai pemegang saham akhir (ultimate shareholder) dengan hak suara terbesar secara individual dimiliki oleh pihak domestik.
  4. Pengaturan aspek kelembagaan berupa kepemilikan dan pengendalian tetap dipenuhi oleh LSB yang telah memperoleh izin sebagai PJP atau ditetapkan menjadi PIP.
  5. Dalam mengawasi penyelenggaraan aktivitas PJP dan/atau PIP, Bank Indonesia dapat menetapkan kebijakan mengenai penilaian komposisi kepemilikan dan/atau pengendalian PJP dan/atau PIP berupa LSB, termasuk yang berbentuk perseroan terbuka, dengan mempertimbangkan: (1) skala materialitas; dan/atau (2) aspek lainnya untuk memastikan terciptanya titik keseimbangan antara inovasi dengan stabilitas dan kepentingan nasional.
  6. Dalam hal terdapat perbedaan penilaian komposisi kepemilikan saham dan/atau pengendalian antara Bank Indonesia dengan calon PJP, PJP, pihak yang akan ditetapkan menjadi PIP, dan/atau PIP berupa LSB, penilaian yang digunakan merupakan penilaian yang ditetapkan Bank Indonesia.
  7. Pedoman tata cara dan contoh penghitungan kepemilikan dan pengendalian beserta perubahannya dipublikasikan melalui laman Bank Indonesia atau media lain yang ditetapkan Bank Indonesia.
2.  Pemberian Izin sebagai PJP dan Penetapan menjadi PIP dalam Kondisi Tertentu
  1. Bank Indonesia dapat memberikan izin sebagai PJP atau penetapan menjadi PIP secara bersyarat (conditional approval) yang dilakukan dengan: (1) peniadaan salah satu tahap perizinan atau penetapan; dan/atau (2) penetapan jangka waktu tertentu.
  2. Pemberian izin sebagai PJP atau penetapan menjadi PIP secara bersyarat dilakukan dalam kondisi tertentu meliputi pandemi, bencana alam, dan/atau kondisi lain yang ditetapkan Bank Indonesia.
  3. Mekanisme dan tata cara pengajuan pemberian izin dan pemberian penetapan secara bersyarat dalam kondisi pandemi dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Bank Indonesia mengenai penyesuaian pelaksanaan beberapa ketentuan Bank Indonesia sebagai dampak pandemi corona virus disease 2019 (Covid-19).
  4. Dalam hal Bank Indonesia memberikan izin sebagai PJP atau penetapan menjadi PIP secara bersyarat (conditional approval), Bank Indonesia mempunyai kewenangan untuk membatalkan izin atau penetapan yang diberikan.
  5. Dalam hal Bank Indonesia membatalkan izin atau penetapan yang diberikan, PJP dan/atau PIP harus menyelesaikan kewajiban kepada Pengguna Jasa dan/atau pihak yang bekerjasama dalam penyelenggaraan Sistem Pembayaran sebelum izin atau penetapan dibatalkan oleh Bank Indonesia.
3.   Skema Harga
  1. Pengaturan mengenai skema harga dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Bank Indonesia mengenai sistem pembayaran dan ketentuan Peraturan Bank Indonesia mengenai perlindungan konsumen.
  2. Dalam penetapan kebijakan skema harga, Bank Indonesia dapat meminta PJP dan PIP untuk menyampaikan data dan/atau informasi mengenai skema harga dalam penyelenggaraan Sistem Pembayaran.
4.   Pemenuhan Kewajiban Permodalan Sistem Pembayaran
  1. Kewajiban permodalan Sistem Pembayaran dipenuhi oleh PJP dan PIP melalui penyediaan modal selama penyelenggaraan kegiatan usaha (ongoing capital) sebagaimana diatur dalam ketentuan Peraturan Bank Indonesia mengenai penyedia jasa pembayaran dan penyelenggara infrastruktur sistem pembayaran.
  2. Dalam penghitungan penyediaan modal selama penyelenggaraan kegiatan usaha (ongoing capital), penghitungan komponen nominal transaksi dilakukan dengan basis penghitungan secara rata-rata bulanan dalam 1 (satu) tahun pelaporan.
  3. Pedoman tata cara penghitungan penyediaan modal selama penyelenggaraan kegiatan usaha (ongoing capital) beserta perubahannya dipublikasikan melalui laman Bank Indonesia atau media lain yang ditetapkan Bank Indonesia.
5.   Auditor Teknologi Informasi
  1. Auditor teknologi informasi independen eksternal yang akan melaksanakan audit teknologi informasi bagi PSPS, PSPK, dan PSPU guna pemenuhan kewajiban manajemen risiko dan standar keamanan sistem informasi merupakan auditor teknologi informasi independen eksternal yang terdaftar di SRO.
  2. Dalam hal daftar auditor teknologi informasi independen eksternal belum tersedia di SRO, PSPS, PSPK, dan PSPU dapat menggunakan auditor teknologi informasi independen eksternal yang terdaftar di otoritas lain.
6.   Pengembangan Aktivitas, Pengembangan Produk, dan/atau Kerja Sama
  1. Selama masih dalam proses persetujuan pengembangan aktivitas, pengembangan produk, dan/atau kerja sama, PJP atau PIP dapat menguji kesiapan penyelenggaraan pengembangan  aktivitas, pengembangan produk, dan/atau kerja sama dengan ketentuan:
    1. uji coba dilakukan pada Pengguna Jasa dan cakupan wilayah terbatas dengan jangka waktu tertentu berdasarkan persetujuan Bank Indonesia; dan
    2. menyampaikan laporan kepada Bank Indonesia mengenai rencana pelaksanaan dan pengakhiran uji coba yang terdiri atas:
      1. laporan rencana pelaksanaan uji coba disampaikan kepada Bank Indonesia paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sebelum pelaksanaan uji coba; dan
      2. laporan pengakhiran dan hasil pelaksanaan uji coba disampaikan kepada Bank Indonesia paling lama 10 (sepuluh) hari kalender setelah tanggal uji coba berakhir.
  2. Penyampaian laporan rencana pelaksanaan uji coba paling sedikit memuat: (1) tata cara atau mekanisme uji coba, termasuk informasi jumlah Pengguna Jasa, cakupan wilayah, dan/atau jangka waktu; (2) penerapan manajemen risiko; dan (3) penerapan perlindungan konsumen.
  3. Dalam hal PJP atau PIP telah memperoleh persetujuan Bank Indonesia atas pengembangan aktivitas dan/atau pengembangan produk yang disertai kerja sama dengan kategori risiko sedang atau tinggi maka pengajuan kerja sama berikutnya yang memiliki kesamaan model bisnis dan skema kerja sama, cukup dilaporkan sebagai kerja sama dengan kategori risiko rendah.
  4. Dalam menilai kesamaan model bisnis dan skema kerja sama, Bank Indonesia mempertimbangkan: (1) model bisnis sama atau sejenis; (2) tidak ada pengembangan produk atau aplikasi yang dilakukan PJP atau PIP; (3) kerja sama yang sifatnya untuk kepesertaan dari PJP atau PIP; dan/atau aspek lainnya.
  5. Dalam pemrosesan persetujuan terhadap pengembangan aktivitas, pengembangan produk, dan/atau kerja sama dengan kategori risiko sedang atau risiko tinggi, Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan lapangan (on site visit) sebagaimana diatur dalam ketentuan Peraturan Bank Indonesia mengenai penyedia jasa pembayaran dan penyelenggara infrastruktur sistem pembayaran.
  6. Bank Indonesia dapat menetapkan kriteria pelaksanaan pemeriksaan lapangan (on site visit) dalam pemrosesan persetujuan terhadap pengembangan aktivitas, pengembangan produk, dan/atau kerja sama.
  7. Pengajuan permohonan persetujuan dan/atau laporan pengembangan aktivitas, pengembangan produk, dan/atau kerja sama serta laporan realisasi pengembangan aktivitas, pengembangan produk, dan/atau kerja sama dilakukan melalui aplikasi perizinan Bank Indonesia.
7.   Kerja Sama dengan Penyedia Barang dan/atau Jasa
  1. PJP harus memastikan:
    1. bidang usaha Penyedia Barang dan/atau Jasa tidak termasuk bidang usaha yang dilarang atau tidak memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau
    2. penyelenggaraan kegiatan oleh Penyedia Barang dan/atau Jasa dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  2. Kerja sama antara PJP dengan Penyedia Barang dan/atau Jasa harus dituangkan dalam perjanjian tertulis yang menggunakan Bahasa Indonesia dan paling kurang memuat klausula:
    1. hak dan kewajiban PJP serta Penyedia Barang dan/atau Jasa;
    2. larangan bagi Penyedia Barang dan/atau Jasa melakukan tindakan yang dapat merugikan dan/atau tidak sesuai peruntukan;
    3. kewajiban bagi Penyedia Barang dan/atau Jasa untuk menjaga kerahasiaan data atau informasi mengenai transaksi dan Pengguna Jasa; dan
    4. pemenuhan ketentuan peraturan perundang-undangan.
    8.  Kepemilikan Tunggal
    1. Dalam penyelenggaraan Sistem Pembayaran, PJP dan PIP memastikan pemenuhan kebijakan kepemilikan tunggal sebagaimana diatur dalam ketentuan Peraturan Bank Indonesia mengenai penyedia jasa pembayarandan penyelenggara infrastruktur sistem pembayaran.
    2. Larangan kepemilikan saham dalam pengaturan kebijakan kepemilikan tunggal dikenakan bagi pihak yang memiliki saham PJP dan/atau PIP secara langsung.
    9.   Aksi Korporasi Berupa Penggabungan, Peleburan, Pemisahan, dan/atau Pengambilalihan:
    1. Aksi korporasi yang dilakukan oleh PJP atau PIP merupakan aksi korporasi berupa penggabungan, peleburan, pemisahan, dan pengambilalihan, sebagaimana diatur dalam undang-undang yang mengatur mengenai perseroan terbatas atau badan usaha berbadan hukum Indonesia lainnya.
    2. Pengaturan mengenai pelaksanaan penggabungan, peleburan, pemisahan, atau pengambilalihan bagi PJP berupa Bank dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Bank Indonesia mengenai pelayanan perizinan terpadu terkait hubungan operasional bank umum dengan Bank Indonesia.
    3. Ketentuan mengenai pelaksanaan penggabungan, peleburan, pemisahan, atau pengambilalihan bagi PJP berupa Bank berlaku secara mutatis mutandis terhadap tahapan pelaksanaan penggabungan, peleburan, pemisahan, atau pengambilalihan bagi PJP atau PIP berupa LSB.
    4. Permohonan persetujuan disampaikan oleh LSB paling lambat 45 (empat puluh lima) hari kerja sebelum rencana penggabungan, peleburan, pemisahan, atau pengambilalihan dilakukan.
    5. Penyampaian laporan disampaikan oleh Bank bersamaan dengan penyampaian permohonan izin rencana penggabungan, peleburan, pemisahan, atau pengambilalihan kepada otoritas yang berwenang.
    6. Dalam hal penggabungan, peleburan, pemisahan, atau pengambilalihan melibatkan 2 (dua) atau lebih PJP dan/atau PIP, Bank Indonesia dapat menentukan salah satu dari PJP atau PIP yang mengajukan persetujuan atau laporan kepada Bank Indonesia.
    7. Dalam hal badan hukum hasil penggabungan, peleburan, atau pemisahan merupakan badan hukum yang belum memperoleh izin sebagai PJP atau penetapan sebagai PIP, badan hukum tersebut harus mengajukan permohonan izin PJP atau pemenuhan persyaratan penetapan PIP kepada Bank Indonesia.
    8. Dalam hal badan hukum hasil penggabungan, peleburan, atau pemisahan merupakan badan hukum yang telah memperoleh izin sebagai PJP atau penetapan sebagai PIP, badan hukum tersebut harus menyampaikan laporan realisasi penggabungan, peleburan, atau pemisahan kepada Bank Indonesia.
    10.  Sumber Dana
    1. Sumber Dana harus memenuhi unsur sebagaimana diatur dalam ketentuan Peraturan Bank Indonesia mengenai sistem pembayaran.
    2. Sumber Dana dapat didasarkan pada:
      1. simpanan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan perundang-undangan mengenai perbankan;
      2. fasilitas kredit sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai sistem pembayaran;
      3. nilai uang elektronik sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai sistem pembayaran;
      4. simpanan pos sebagaimana dimaksud ketentuan perundang-undangan mengenai pos; atau
      5. Sumber Dana lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
    3. Penggunaan Sumber dapat dilakukan oleh PJP dan PIP melalui penyediaan dan/atau pemrosesan akses ke Sumber Dana dengan metode atau penggunaan teknologi tertentu berupa instrumen, kanal, dan/atau akses ke Sumber Dana lainnya yang ditetapkan Bank Indonesia.
    4. Penyediaan akses ke Sumber Dana dilakukan dengan memenuhi ketentuan Peraturan Bank Indonesia mengenai sistem pembayaran.
    5. Dalam hal Sumber Dana digunakan dalam pelaksanaan program Pemerintah Republik Indonesia, penggunaan Sumber Dana dilakukan sesuai dengan kebijakan dan/atau ketentuan mengenai pelaksanaan program Pemerintah Republik Indonesia, dengan tetap memperhatikan ketentuan Peraturan Bank Indonesia mengenai sistem pembayaran.
    11.   Akses ke Sumber Dana Berupa Uang Elektronik
    1. Batas nilai uang elektronik yang dapat disimpan pada uang elektronik ditetapkan:
      1. untuk uang elektronik unregistered paling banyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah); dan
      2. untuk uang elektronik registered paling banyak Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah).
    2. Batas nilai transaksi uang elektronik dalam 1 (satu) bulan ditetapkan:
      1. untuk uang elektronik unregistered paling banyak Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah); dan
      2. untuk uang elektronik registered paling banyak Rp40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah).
    3. Batas nilai transaksi uang elektronik diperhitungkan dari transaksi yang bersifat incoming.
    4. Batasan nilai uang elektronik yang dapat disimpan dan batas nilai transaksi uang elektronik, tidak berlaku bagi akun pencatatan nilai uang elektronik dari Penyedia Barang dan/atau Jasa.
    5. Dalam hal uang elektronik digunakan dalam pelaksanaan program Pemerintah Republik Indonesia, penggunaan uang elektronik dilakukan sesuai dengan ketentuan mengenai pelaksanaan program Pemerintah Republik Indonesia tersebut, dengan tetap memperhatikan ketentuan Peraturan Bank Indonesia mengenai sistem pembayaran.
    12.  Penyelenggaraan LKD
    1. Penyelenggaraan LKD dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Bank Indonesia mengenai sistem pembayaran.
    2. Penyelenggaraan LKD dilakukan oleh PJP yang menyelenggarakan aktivitas penatausahaan Sumber Dana berupa penerbitan uang elektronik melalui kerja sama dengan agen LKD berupa badan usaha berbadan hukum Indonesia dan/atau individu.
    3. PJP wajib memperoleh persetujuan terlebih dahulu sebagai penyelenggara LKD dari Bank Indonesia sebelum menyelenggarakan kegiatan LKD. Permohonan persetujuan dilakukan sesuai dengan mekanisme dan tata cara pengajuan dan pemrosesan pengembangan aktivitas, pengembangan produk, dan/atau kerja sama dengan pihak lain sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Peraturan Bank Indonesia mengenai sistem pembayaran dan ketentuan Peraturan Bank Indonesia mengenai front office perizinan.
    4. Pihak yang menjadi agen LKD dapat berupa badan usaha berbadan hukum Indonesia dan/atau individu. Agen LKD harus memenuhi kriteria: (1) memiliki kemampuan dan kelayakan untuk membantu menyelenggarakan LKD; (2) memiliki usaha tetap; (3) lulus proses uji tuntas (due diligence); (4) memiliki kemampuan finansial yang memadai; dan (5) memenuhi kriteria lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
    5. Dalam penyelenggaraan LKD, agen LKD dapat membantu PJP penyelenggara LKD dalam memberikan layanan kepada Pengguna Jasa berupa: (1) registrasi Pengguna Jasa; (2) pengisian ulang (top-up); (3) pembayaran atas tagihan; (4) tarik tunai; dan/atau (5) layanan lain yang ditetapkan atau disetujui Bank Indonesia.
    6. Selain memberikan layanan, agen LKD dapat membantu PJP penyelenggara LKD dalam memberikan layanan penyaluran program Pemerintah Republik Indonesia sesuai ketentuan perundang-undangan mengenai penyaluran program Pemerintah Republik Indonesia, dengan tetap memperhatikan ketentuan Peraturan Bank Indonesia mengenai sistem pembayaran.
    7. Dalam menyelenggarakan kegiatannya, PJP penyelenggara LKD dan agen LKD dapat menyelenggarakan aktivitas lain yang diatur dan diawasi oleh otoritas yang berwenang.
    8. Uang elektronik yang digunakan dalam penyelenggaraan LKD melalui agen LKD merupakan uang elektronik registered yang diproses secara daring (online).
    9. Perolehan uang elektronik diajukan oleh:
      1. calon Pengguna Jasa melalui proses registrasi, baik melalui agen LKD maupun dilakukan sendiri oleh calon Pengguna Jasa (self-registration); atau
      2. institusi/lembaga Pemerintah atau lembaga lain untuk kepentingan tertentu melalui proses registrasi secara massal (bulk registration).
    10. Proses perolehan uang elektronik menerapkan anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme sebagaimana dimaksud dalam ketentuan mengenai anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme. Penerapan anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme dilakukan dengan menerapkan prosedur Customer Due Diligence (CDD) sesuai ketentuan mengenai anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme.
    11. Fitur uang elektronik dalam penyelenggaraan LKD mengacu pada fitur uang elektronik sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Peraturan Bank Indonesia mengenai sistem pembayaran. Batas nilai dan batas transaksi uang elektronik dalam penyelenggaraan LKD mengacu pada batas nilai dan batas transaksi uang elektronik.
    12. PJP penyelenggara LKD wajib memastikan pemenuhan prinsip perlindungan konsumen dalam penyelenggaraan LKD meliputi: (1) penyediaan informasi mengenai layanan agen LKD kepada calon Pengguna Jasa dan Pengguna Jasa; (2) pelaksanaan edukasi, baik dilakukan sendiri atau melalui agen LKD, kepada calon Pengguna Jasa dan Pengguna Jasa mengenai penyelenggaraan LKD; dan (3) penyediaan sistem yang andal untuk monitoring dan penyampaian keluhan, serta menindaklanjuti setiap pengaduan yang disampaikan oleh Pengguna Jasa.
    13. PJP penyelenggara LKD harus melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan oleh agen LKD. Pengawasan agen LKD oleh PJP penyelenggara LKD paling sedikit mencakup aspek: (1) pemenuhan ketentuan penyelenggaraan LKD; (2) kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan; (3) kepatuhan terhadap petunjuk manual operasional; (4) pemenuhan perjanjian kerja sama; dan (5) kinerja agen LKD.
    14. Pedoman penyelenggaraan LKD dipublikasikan melalui laman Bank Indonesia atau media lain yang ditetapkan Bank Indonesia.
    13.  Akses ke Sumber Dana Berupa Alat Pembayaran Menggunakan Kartu Kredit
    1. PJP yang menyelenggarakan aktivitas penatausahaan Sumber Dana berupa penerbitan kartu kredit wajib menerapkan manajemen risiko termasuk prinsip kehati-hatian yang dilakukan melalui penerbitan kartu kredit berdasarkan permohonan yang ditandatangani oleh calon pengguna kartu kredit.
    2. Permohonan penerbitan kartu kredit harus memuat informasi yang memungkinkan PJP memastikan kebenaran identitas dan melakukan verifikasi atas calon pengguna kartu kredit, serta membuktikan maksud dan tujuan calon pengguna kartu kredit.
    3. Tanda tangan calon pengguna kartu kredit dapat berupa:
      1. tanda tangan basah;
      2. tanda tangan elektronik yang memenuhi pengaturan tanda tangan elektronik dalam ketentuan perundang-undangan mengenai informasi dan transaksi elektronik;
      3. mekanisme persetujuan elektronik yang dilengkapi dengan kebijakan dan prosedur tertulis guna memastikan kebenaran identitas, verifikasi calon pengguna kartu kredit, serta membuktikan maksud dan tujuan calon pengguna kartu kredit; atau
      4. mekanisme lain yang ditetapkan Bank Indonesia.
    4. PJP yang menyelenggarakan aktivitas penatausahaan Sumber Dana berupa penerbitan kartu kredit wajib menerapkan prinsip perlindungan konsumen dalam menyelenggarakan kegiatan alat pembayaran menggunakan kartu yang dilakukan dengan:
      1. menyampaikan informasi tertulis kepada calon pengguna kartu kredit dan pengguna kartu kredit atas alat pembayaran menggunakan kartu yang diterbitkan;
      2. menyediakan sarana dan nomor telepon yang dapat secara mudah digunakan dan/atau dihubungi oleh calon pengguna kartu kredit dan pengguna kartu kredit guna melakukan verifikasi kebenaran segala fasilitas yang ditawarkan dan/atau informasi yang disampaikan oleh PJP yang menyelenggarakan aktivitas penatausahaan Sumber Dana berupa penerbitan kartu kredit; dan
      3. memenuhi prinsip perlindungan konsumen lainnya sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia.
    5. Tata cara penyampaian informasi tertulis oleh PJP yang menyelenggarakan aktivitas penatausahaan Sumber Dana berupa penerbitan kartu kredit kepada calon pengguna dan pengguna kartu kredit mencakup: (1) media penyampaian informasi; (2) perubahan substansi dan materi informasi; (3) ringkasan transaksi pengguna kartu kredit secara tahunan; dan (4) informasi tagihan (billing statement).
    6. Dalam penyelenggaraan akses ke sumber dana berupa kartu kredit, PJP yang menyelenggarakan aktivitas penatausahaan Sumber Dana berupa penerbitan kartu kredit wajib menerapkan manajemen risiko termasuk prinsip kehati-hatian yang dilakukan melalui penerapan: (1) batas maksimum suku bunga akses ke sumber dana berupa kartu kredit; (2) penghitungan bunga yang timbul atas transaksi akses ke sumber dana berupa kartu kredit; (3) batas maksimum denda keterlambatan pembayaran tagihan akses ke sumber dana berupa kartu kredit; dan (4) batas maksimum penarikan tunai melalui mesin anjungan tunai mandiri.
    7. Bank Indonesia menetapkan dan dapat melakukan peninjauan kembali (review) batas maksimum: (1) suku bunga kartu kredit; (2) denda keterlambatan pembayaran tagihan kartu kredit; dan (3) penarikan tunai melalui mesin anjungan tunai mandiri. Bank Indonesia menginformasikan batas maksimum suku bunga kartu kredit dan penarikan tunai melalui mesin anjungan tunai mandiri secara tertulis kepada PJP.
    8. PJP yang menyelenggarakan aktivitas penatausahaan Sumber Dana berupa penerbitan kartu kredit dilarang memberikan secara otomatis fasilitas yang berdampak tambahan biaya kepada pengguna kartu kredit, dan/atau fasilitas lain di luar fungsi utama kartu kredit tanpa persetujuan tertulis pengguna kartu kredit.
    9. PJP yang menyelenggarakan aktivitas penatausahaan Sumber Dana berupa penerbitan kartu kredit dilarang mencantumkan klausula dalam perjanjian yang memberikan secara otomatis fasilitas yang berdampak tambahan biaya kepada pengguna kartu kredit, dan/atau fasilitas lain di luar fungsi utama kartu kredit tanpa persetujuan tertulis pengguna kartu kredit.
    10. PJP yang menyelenggarakan aktivitas penatausahaan Sumber Dana berupa penerbitan kartu kredit harus meminta persetujuan pengguna kartu kredit sebelum mempergunakan data pengguna kartu kredit dalam rangka menawarkan produk dan/atau fasilitas lain, baik yang disediakan oleh PJP yang bersangkutan maupun pihak lain. Persetujuan pengguna kartu kredit dapat diberikan secara tertulis atau elektronik dengan memperhatikan ketentuan perundang-undangan.
    11. PJP yang menyelenggarakan aktivitas penatausahaan Sumber Dana berupa penerbitan kartu kredit harus menyediakan mekanisme dan sarana yang cepat dan mudah bagi pengguna kartu kredit untuk mengakhiri fasilitas yang berdampak tambahan biaya atau penggunaan data pengguna kartu kredit dalam rangka cross selling produk dan/atau fasilitas lainnya.
    12. PJP yang menyelenggarakan aktivitas penatausahaan Sumber Dana berupa penerbitan kartu kredit wajib menerapkan manajemen risiko kredit dalam penyelenggaraan alat pembayaran menggunakan kartu dengan memperhatikan paling sedikit: (1) batas minimum usia calon pengguna kartu kredit; (2) batas minimum pendapatan calon pengguna kartu kredit; (3) batas maksimum plafon kredit yang dapat diberikan kepada pengguna kartu kredit; (4) batas maksimum jumlah PJP yang menyelenggarakan aktivitas penatausahaan Sumber Dana berupa penerbitan kartu kredit; dan (5) batas minimum pembayaran oleh pengguna kartu kredit.
    13. Penerapan manajemen risiko kredit berupa pembatasan batas maksimum plafon kredit dan batas maksimum jumlah PJP tidak berlaku bagi calon pengguna kartu kredit dan pengguna kartu kredit yang memiliki pendapatan tertentu tiap bulan.
    14. Bank Indonesia menginformasikan batasan penerapan manajemen risiko kredit dalam penyelenggaraan alat pembayaran menggunakan kartu secara tertulis kepada PJP.
    15. Pengakhiran dan/atau penutupan fasilitas kartu kredit atas permintaan pengguna kartu kredit dilakukan dengan ketentuan:
      1. permohonan pengakhiran dan/atau penutupan dilakukan secara tertulis;
      2. larangan menghambat keinginan pengguna kartu kredit untuk melakukan pengakhiran dan/atau penutupan fasilitas kartu kredit;
      3. pemblokiran kartu kredit sejak menerima permohonan pengakhiran dan/atau penutupan fasilitas kartu kredit yang diajukan pengguna kartu kredit;
      4. larangan pengenaan biaya dan denda tambahan selain biaya dan denda terkait dengan transaksi yang telah dilakukan oleh pengguna kartu kredit sebelum dilakukannya pemblokiran, atau biaya dan denda terkait dengan kewajiban yang belum dipenuhi oleh pengguna kartu kredit;
      5. PJP yang menyelenggarakan aktivitas penatausahaan Sumber Dana berupa penerbitan kartu kredit harus melakukan pengakhiran dan/atau penutupan fasilitas kartu kredit dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah dilakukan pemblokiran;
      6. PJP yang menyelenggarakan aktivitas penatausahaan Sumber Dana berupa penerbitan kartu kredit harus mengembalikan saldo kredit kepada pengguna kartu kredit paling lambat pada tanggal dilakukannya pengakhiran dan/atau penutupan fasilitas kartu kredit oleh PJP yang menyelenggarakan aktivitas penatausahaan Sumber Dana berupa penerbitan kartu kredit;
      7. penutupan fasilitas kartu kredit untuk kartu utama dan/atau kartu tambahan;
      8. PJP yang menyelenggarakan aktivitas penatausahaan Sumber Dana berupa penerbitan kartu kredit memberikan pernyataan penutupan (closing statement) kartu kredit kepada pengguna kartu kredit; dan
      9. pernyataan penutupan (closing statement) disampaikan dalam bentuk surat dan/atau surat elektronik yang harus sudah sampai pada alamat pengguna kartu kredit paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah tanggal dilakukannya penutupan fasilitas kartu kredit.
    16. PJP yang menyelenggarakan aktivitas penatausahaan Sumber Dana berupa penerbitan kartu kredit dilarang membebankan biaya tambahan dalam pengakhiran fasilitas tambahan serta dalam penutupan fasilitas kartu kredit.
    17. Pedoman penyelenggaraan kartu kredit dipublikasikan melalui laman Bank Indonesia atau media lain yang ditetapkan Bank Indonesia.
    14.  Akses ke Sumber Dana Berupa Alat Pembayaran Menggunakan Kartu Anjungan Tunai Mandiri dan Kartu Debit
    1. PJP yang menyelenggarakan aktivitas penatausahaan Sumber Dana berupa penerbitan kartu anjungan tunai mandiri dan/atau kartu debit wajib memberikan informasi tertulis kepada calon pengguna dan pengguna kartu anjungan tunai mandiri dan/atau kartu debit paling sedikit memuat:
      1. prosedur dan tata cara penggunaan kartu anjungan tunai mandiri dan/atau kartu debit;
      2. fasilitas yang melekat pada kartu anjungan tunai mandiri dan/atau kartu debit;
      3. risiko yang mungkin timbul dari penggunaan kartu anjungan tunai mandiri dan/atau kartu debit;
      4. hak dan kewajiban pengguna kartu anjungan tunai mandiri dan/atau kartu debit; dan
      5. tata cara dan perkiraan waktu penyelesaian pengaduan.
    2. Tata cara penyampaian informasi tertulis oleh PJP yang menyelenggarakan aktivitas penatausahaan Sumber Dana berupa penerbitan kartu anjungan tunai mandiri dan/atau kartu debit kepada calon pengguna dan pengguna kartu anjungan tunai mandiri dan/atau kartu debit mencakup: (1) media penyampaian informasi; dan (2) perubahan substansi dan materi informasi.
    3. Dalam penyelenggaraan akses ke sumber dana berupa kartu anjungan tunai mandiri dan/atau kartu debit, PJP yang menyelenggarakan aktivitas penatausahaan Sumber Dana berupa penerbitan kartu anjungan tunai mandiri dan/atau kartu debit wajib menerapkan manajemen risiko termasuk prinsip kehati-hatian yang dilakukan melalui penerapan: (1) batas maksimum penarikan tunai melalui mesin anjungan tunai mandiri; dan (2) batas maksimum nilai nominal dana yang dapat ditransfer antar PJP.
    4. Bank Indonesia menetapkan dan dapat melakukan peninjauan kembali (review) batas maksimum penarikan tunai dan batas maksimum nilai nominal dana yang dapat ditransfer antar PJP. Bank Indonesia menginformasikan batas maksimum penarikan tunai dan nilai nominal dana yang dapat ditransfer secara tertulis kepada PJP.
    5. Pedoman penyelenggaraan kartu anjungan tunai mandiri dan/atau kartu debit dipublikasikan melalui laman Bank Indonesia atau media lain yang ditetapkan Bank Indonesia
    15.   Peningkatan Keamanan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu
    1. PJP yang menyelenggarakan aktivitas penatausahaan Sumber Dana berupa penerbitan alat pembayaran menggunakan kartu wajib menerapkan manajemen risiko termasuk prinsip kehati-hatian yang dilakukan melalui peningkatan keamanan alat pembayaran menggunakan kartu guna mencegah dan mengurangi tingkat kejahatan di bidang alat pembayaran menggunakan kartu.
    2. Peningkatan keamanan dilakukan terhadap seluruh infrastruktur teknologi yang terkait dengan penyelenggaraan alat pembayaran menggunakan kartu.
    3. Peningkatan keamanan meliputi pengamanan pada kartu dan seluruh sistem yang digunakan untuk memproses transaksi alat pembayaran menggunakan kartu dengan menerapkan teknologi chip dan personal identification number (PIN) paling kurang 6 (enam) digit.
    4. Penerapan teknologi chip dan personal identification number (PIN) paling kurang 6 (enam) digit dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Bank Indonesia mengenai standar nasional di bidang sistem pembayaran.
    5. Selain penggunaan teknologi chip, kartu anjungan tunai mandiri dan/atau kartu debit yang diterbitkan di Indonesia atas dasar rekening simpanan tertentu dapat menggunakan teknologi magnetic stripe sebagaimana diatur dalam ketentuan Peraturan Bank Indonesia mengenai standar nasional di bidang sistem pembayaran.
    16.  Akses ke Sumber Dana Berupa Kanal Pembayaran
    1. Penggunaan akses ke Sumber Dana berupa kanal dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Bank Indonesia mengenai sistem pembayaran.
    2. Penggunaan akses ke Sumber Dana berupa kanal untuk transaksi lintas batas (crossborder) dapat dilakukan melalui kerja sama antara PJP dan/atau PIP dengan penyelenggara jasa Sistem Pembayaran di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan kebijakan dan/atau penetapan Bank Indonesia mengenai penggunaan akses ke Sumber Dana berupa kanal dalam Sistem Pembayaran.
    3. Penggunaan akses ke Sumber Dana berupa kanal dilakukan dengan memenuhi ketentuan Peraturan Bank Indonesia mengenai sistem pembayaran.
    17.  Inovasi Teknologi Sistem Pembayaran
    1. Penyelenggaraan ruang uji coba pengembangan inovasi teknologi Sistem Pembayaran dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Bank Indonesia mengenai sistem pembayaran.
    2. PJP, PIP, atau pihak lain yang melaksanakan uji coba wajib menyampaikan laporan perkembangan uji coba kepada Bank Indonesia untuk dilakukan penilaian atas seluruh rangkaian kegiatan selama pelaksanaan uji coba.
    3. Penyampaian laporan perkembangan uji coba dilaksanakan dengan ketentuan:
      1. laporan perkembangan uji coba disampaikan secara berkala 1 (satu) kali setiap bulan; dan/atau
      2. laporan perkembangan uji coba paling sedikit memuat:
        1. perkembangan model bisnis dan/atau transaksi dari uji coba yang dilaksanakan;
        2. isu, kendala, dan/atau tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan uji coba; dan/atau
        3. informasi lainnya yang diminta Bank Indonesia.
    4. Bank Indonesia dapat meminta PJP, PIP, atau pihak lain yang melaksanakan uji coba untuk menyampaikan laporan insidental perkembangan uji coba atau laporan lain yang diperlukan sesuai dengan tenggat waktu yang ditetapkan Bank Indonesia.
    5. Pemenuhan penyampaian laporan menjadi salah satu dasar Bank Indonesia menetapkan status hasil uji coba pengembangan inovasi teknologi sistem pembayaran.
    18. Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Berupa Denda
    Pengenaan sanksi administratif berupa denda untuk pelanggaran kewajiban penyampaian laporan berkala dilakukan dengan ketentuan:
    1. untuk kewajiban pelaporan secara daring (online) dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Bank Indonesia penyampaian laporan secara daring (online); dan
    2. untuk kewajiban pelaporan secara luring (offline), dilakukan sesuai dengan surat pengenaan sanksi administratif berupa denda dari Bank Indonesia yang paling sedikit memuat besaran denda yang dikenakan dan batas waktu penyampaian bukti pembayaran.
    19.  Asesmen Mandiri (Self Assessment) untuk  Pengawasan
    1. Dalam pelaksanaan pengawasan berbasis risiko, Bank Indonesia dapat meminta PJP dan PIP melaksanakan asesmen mandiri (self-assessment).
    2. Dalam pelaksanaan asesmen mandiri (self-assessment) oleh PJP dan PIP, Bank Indonesia dapat meminta PJP dan PIP untuk menyampaikan data dan/atau informasi secara berkala atau sewaktu-waktu kepada Bank Indonesia.
    3. Pedoman penyusunan asesmen mandiri (self-assessment) beserta perubahannya dipublikasikan melalui laman Bank Indonesia atau media lain yang ditetapkan Bank Indonesia.
    20. Format Laporan Tahunan
    Format laporan tahunan yang disampaikan secara luring (offline) paling sedikit meliputi:
    1. laporan tahunan Sistem Pembayaran; dan
    2. laporan manajemen dan hasil pengawasan dewan komisaris,
    beserta perubahannya dipublikasikan melalui laman Bank Indonesia atau media lain yang ditetapkan Bank Indonesia.
    21.  Pendirian, Penggabungan, dan Pembubaran SRO
    1. Pendirian SRO harus dilaporkan secara tertulis kepada Bank Indonesia. Dalam hal terdapat rencana penggabungan atau pembubaran SRO, informasi dimaksud harus dilaporkan secara tertulis kepada Bank Indonesia.
    2. Selain berdasarkan ketentuan dan persyaratan pembubaran sebagaimana anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga, Bank Indonesia dapat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri mengenai pembubaran SRO dalam hal SRO tidak memenuhi ketentuan Peraturan Bank Indonesia mengenai sistem pembayaran.
    3. Bank Indonesia memberikan tanggapan tertulis berupa penetapan atau penolakan atas laporan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak laporan tertulis dan seluruh dokumen yang dipersyaratkan diterima secara lengkap.
    22.  Keanggotaan Dalam SRO
    1. Pihak di bidang Sistem Pembayaran di Indonesia yang menjadi anggota SRO terdiri atas:
      1. Bank atau LSB yang telah memperoleh izin sebagai PJP atau penetapan menjadi PIP, sebagaimana diwajibkan dalam ketentuan Peraturan Bank Indonesia mengenai sistem pembayaran;
      2. asosiasi LSB yang mewadahi PJP kategori izin 3; dan/atau
      3. pihak lain.
    2. PJP kategori izin 3 dapat menjadi anggota SRO secara langsung atau melalui keanggotaan pada asosiasi LSB.
    3. Jumlah anggota SRO paling sedikit 80% (delapan puluh persen) dari total pihak di bidang Sistem Pembayaran di Indonesia.
    4. Penghitungan jumlah anggota SRO dilakukan berdasarkan kriteria:
      1. PJP atau PIP yang telah menjadi anggota SRO, dihitung sebagai 1 (satu) pihak;
      2. untuk asosiasi LSB yang mewadahi PJP kategori izin 3, dihitung sebagai 1 (satu) pihak;
      3. pihak lain yang telah menjadi anggota SRO, dihitung sebagai 1 (satu) pihak; dan
      4. PJP kategori izin 3 yang menjadi anggota asosiasi LSB sebagaimana dimaksud dalam huruf b, dihitung sebagai 1(satu) pihak.
    23.  Cakupan Pelaksanaan Tugas SRO
    SRO melaksanakan tugas sebagaimana diatur dalam ketentuan Peraturan Bank Indonesia mengenai sistem pembayaran.
    24.   Penerbitan Ketentuan oleh SRO
    1. Ketentuan yang dikeluarkan oleh SRO merupakan ketentuan pelengkap dan tidak boleh bertentangan dengan peraturan dan kebijakan Bank Indonesia di bidang Sistem Pembayaran.
    2. Ketentuan yang dapat dikeluarkan oleh SRO harus mewakili kepentingan seluruh anggota SRO yang meliputi:
      1. materi teknis dan mikro di bidang Sistem Pembayaran yang belum diatur dalam Peraturan Bank Indonesia di bidang Sistem Pembayaran; atau
      2. materi teknis dan mikro di bidang Sistem Pembayaran yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari Peraturan Bank Indonesia di bidang Sistem Pembayaran.
    3. Ketentuan di bidang Sistem Pembayaran yang bersifat teknis dan mikro yang diterbitkan oleh SRO dapat terdiri atas ketentuan SRO dan pedoman teknis.
    4. Penerbitan ketentuan yang bersifat teknis dan mikro oleh SRO tidak mengurangi kewenangan Bank Indonesia untuk mengatur hal-hal yang bersifat teknis dan mikro di bidang Sistem Pembayaran.
    25.   Pemberlakuan dan Pembatalan Ketentuan SRO
    1. Ketentuan yang diterbitkan oleh SRO dapat berlaku efektif setelah memperoleh persetujuan secara tertulis dari Bank Indonesia yang menyatakan penerbitan dan pemberlakuan ketentuan dapat dilaksanakan.
    2. Untuk memperoleh persetujuan secara tertulis dari Bank Indonesia, SRO mengajukan permintaan persetujuan tertulis atas ketentuan SRO kepada Bank Indonesia.
    3. Bank Indonesia berwenang untuk memerintahkan SRO untuk mencabut, membatalkan, dan menghentikan pemberlakuan ketentuan SRO.
    26.  Pendaftaran Auditor Teknologi Informasi
    1. SRO melakukan proses pendaftaran dan mencantumkan daftar auditor teknologi informasi dalam laman SRO.
    2. Pencantuman daftar auditor teknologi informasi dalam laman SRO dilakukan paling lambat 1 (satu) tahun sejak berlakunya Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini.
    3. Daftar auditor teknologi informasi menjadi acuan bagi:
      1. calon PJP dalam proses perizinan atau pihak yang akan ditetapkan menjadi PIP dalam proses penetapan; dan
      2. PJP atau PIP dalam pemenuhan kewajiban dalam penyelenggaraan kegiatan Sistem Pembayaran.
    27.  Pertemuan Konsultasi antara SRO dan Bank Indonesia
    1. Dalam melaksanakan tugasnya dan guna menjamin kesinambungan informasi perkembangan di bidang Sistem Pembayaran, SRO dapat melakukan pertemuan konsultasi dengan Bank Indonesia.
    2. Agenda pertemuan konsultasi meliputi:
      1. laporan rencana kerja SRO, baik yang telah maupun yang masih akan dilaksanakan atau direalisasikan oleh SRO termasuk laporan hasil rapat umum anggota SRO;
      2. rencana penyusunan dan penerbitan ketentuan di bidang Sistem Pembayaran;
      3. tukar menukar informasi dalam rangka pengembangan Sistem Pembayaran di Indonesia; dan/atau
      4. agenda pertemuan konsultasi lainnya.
    3. Pertemuan konsultasi dapat dilakukan secara tatap muka maupun melalui media elektronik.
    28. Kerahasiaan Data dan/atau Informasi
    1. SRO wajib menjaga kerahasiaan data dan/atau informasi dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan.
    2. Kewajiban menjaga kerahasiaan data dan/atau informasi diberlakukan untuk data dan/atau informasi yang diperoleh dari Bank Indonesia.
    3. Kewajiban menjaga kerahasiaan data dan/atau informasi dikecualikan atas data dan/atau informasi yang telah memperoleh persetujuan Bank Indonesia.
    29.  Pengawasan SRO
    1. Bank Indonesia berwenang untuk melakukan pengawasan atas pelaksanaan tugas SRO.
    2. Bank Indonesia dapat menugaskan pihak lain untuk dan atas nama Bank Indonesia dalam melaksanakan pengawasan atas pelaksanaan tugas SRO.
    3. SRO harus memberikan kepada Bank Indonesia atau pihak lain yang ditugaskan oleh Bank Indonesia paling sedikit:
      1. dokumen, data, informasi, dan/atau laporan;
      2. keterangan dan/atau penjelasan baik lisan maupun tertulis; dan/atau
      3. akses terhadap infrastruktur dan/atau sistem informasi, yang diperlukan dalam pengawasan.
    4. Pemberian dokumen, data, informasi dan/atau laporan dan keterangan, dan/atau penjelasan disampaikan melalui:
      1. penyampaian laporan secara tertulis;
      2. pertemuan langsung; dan/atau
      3. media lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
    30.  Ketentuan peralihan
    Pada saat Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini mulai berlaku, seluruh ketentuan teknis dan mikro di bidang Sistem Pembayaran yang telah memperoleh penegasan Bank Indonesia dan diberlakukan oleh SRO, dinyatakan telah memperoleh persetujuan Bank Indonesia.
    31.  Ketentuan Penutup
    1. Pada saat PADG PJP dan PIP ini mulai berlaku:
      1. SEBI No. 11/10/DASP tanggal 13 April 2009 perihal Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan SEBI No. 18/33/DKSP tanggal 2 Desember 2016;
      2. SEBI No. 13/7/DASP tanggal 25 Februari 2011 perihal Self-Regulatory Organization di Bidang Sistem Pembayaran;
      3. SEBI No. 14/27/DASP tanggal 25 September 2012 perihal Mekanisme Penyesuaian Kepemilikan Kartu Kredit;
      4. ketentuan mengenai perizinan transfer dana dalam SEBI No. 15/23/DASP tanggal 27 Juni 2013 perihal Penyelenggaraan Transfer Dana;
      5. SEBI No. 16/11/DKSP tanggal 22 Juli 2014 perihal Penyelenggaraan Uang Elektronik (Electronic Money) sebagaimana telah diubah dengan SEBi No. 18/21/DKSP tanggal 27 September 2016;
      6. SEBI No. 18/22/DKSP tanggal 27 September 2016 perihal Layanan Keuangan Digital;
      7. SEBI No. 18/41/DKSP tanggal 30 Desember 2016 perihal Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran;
      8. PADG No. 19/14/PADG/2017 tanggal 30 November 2017 tentang Ruang Uji Coba Terbatas (Regulatory Sandbox) Teknologi Finansial; dan
      9. PADG No. 19/15/PADG/2017 tanggal 30 November 2017 tentang Tata Cara Pendaftaran, Penyampaian Informasi, dan Pemantauan Penyelenggara Teknologi Finansial, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
    2. PADG PJP dan PIP mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
    32. Informasi Lain
    Untuk melengkapi PADG PJP dan PIP ini, Bank Indonesia juga mempublikasikan pedoman dan informasi sebagai berikut:
      1. Pedoman Tata Cara dan Contoh Penghitungan Kepemilikan dan Pengendalian Bagi Penyedia Jasa Pembayaran dan Penyelenggara Infrastruktur Sistem Pembayaran, dengan tautan berikut;
      2. Pedoman Penyelenggaraan Kegiatan Akses ke Sumber Dana berupa Alat Pembayaran Menggunakan Kartu oleh Penyedia Jasa Pembayaran, dengan tautan berikut;
      3. Pedoman Penyelenggaraan Layanan Keuangan Digital oleh Penyedia Jasa Pembayaran, dengan tautan berikut; dan
      4. Informasi mengenai kebijakan penyelenggaraan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu, yang meliputi:
        1. Batas Maksimum Suku Bunga Kartu Kredit;
        2. Batas Maksimum Penarikan Tunai Kartu Kredit;
        3. Denda Keterlambatan Pembayaran Kartu Kredit;
        4. Batas Minimum Pembayaran Kartu Kredit;
        5. Batas Maksimum Penarikan Tunai Kartu ATM/Debet; dan
        6. Batas Maksimum Transfer Antar PJP Melalui Kartu ATM/Debet,
        dengan tautan berikut.

     
    ---- o0o ----



    Lampiran 1​: PADG​​​​ Nomor 24/7/PADG/2022.pdf
    Lampiran 2: Tanya Jawab PADG​​​​ Nomor 24/7/PADG/2022.pdf
    Lampiran 3Lampiran 4Lampiran 5Lampiran 6Lampiran 7Lampiran 8Lampiran 9Lampiran 10

    Sumber: Bank Indonesia.